Kunang-kunang

Apakah kamu tahu?
Ternyata manusia bisa mensyukuri hidupnya, tapi juga merasa lelah dengan hidupnya?
Ternyata manusia yang pandai merayakan hal-hal sederhana di hidupnya, dia juga tak sabar ingin hidupnya lekas berakhir?
Ternyata manusia dengan hati hangat dan tulus itu, juga dia yang merasakan kesepian dan kesedihan mendalam?
Dia yang mampu melihat kebaikan dan keindahan dalam diri tiap orang yang dia temui, dia juga yang merasa putus asa terhadap dirinya sendiri?
Dia yang mendorong orang lain untuk percaya pada diri mereka, dia juga yang ketakutan dengan hidupnya sendiri?
Tahukah kamu? Dia yang memantik harapan di hidup orang lain, dia juga yang merasa pesimis dengan jalannya sendiri?
Tahukah kamu? Dia yang mau memeluk pedihmu dengan erat, dia juga yang sering menangis tersedu-sedan sendirian dalam sunyi?
Apakah cinta yang hangat hanya layak didapatkan orang-orang yang sehat?
Apakah harus menunggu utuh dan sempurna, baru boleh memperoleh kasih sayang yang tentram?
Bagaimana bila, ada beberapa orang yang justru membutuhkan cinta dan kasih sayang yang tulus serta damai itu, untuk pulih kemudian berpendar lagi?
Lalu bagaimana membedakan rasa cinta dan sayang dengan rasa kesepian?
Berdamai dengan diri. Memenuhi tangki cinta diri sendiri. Ternyata tidak semudah mengucapkannya.
Mungkin karena aku hanya manusia biasa.
Entah apa jawabnya. Ku susuri jalannya satu per satu.
Walau bagaikan berjalan di atas cangkang telur yang rapuh. Atau di atas bara yang menyala. Kadang juga seperti pecahan beling.
Lentera berisi kunang-kunang masih ku genggam. Meski kadang redup, bahkan padam.
Sesekali luka-luka, lalu terseok-seok. Kadang tertatih, kemudian berhenti.
Aku tetap berjalan.
Walau tak tahu apa yang menanti di ujung sana.
Aku terus mengayun langkahku.
Mungkin suatu hari nanti setiap tanyaku kan terjawab.
Masih ada setitik harapan.
Entah cahaya apa pun yang menunggu.
Aku hanya ingin kembali pada-Mu.